Senin, 20 Juni 2011

Melihat, mendengar, menyentuh ranah ketidaktahuan

Jogjakarta memang selalu menarik untuk dikunjungi. Arsitektur bangunan sisa-sisa peradaban masa lampau, budaya, kebiasaan serta keramahan warga setempat, membuat kita selalu ingin jadi bagian dari Kota ini.

Tidak salah kita memilih Jogjakarta sebagai tempat pilihan berlibur saat itu. Selain sudah belasan tahun tidak pernah lagi menginjakan kaki di Kota ini, merasakan jajanan murah serta kesukaan kita
akan wisata sejarah, Jogja memaksa kita untuk melihat, mendengar dan menyentuh kembali segala ranah ketidaktahuannya.

Jogjakarta | 11 - 14 Maret 2011 | Saya dan Indah Papelia liburan bersama unt
uk yang pertama


Malam hari menikmati kopi jos di angkringan


Rumah Makan Lie Djiong yang dipenuhi kalendar di semua dindingnya

Berkunjung ke Mess 56

Taman Sari, tempat Raja bermain gila dengan para selir

Salah satu dari sekian banyak pintu yang ada di Taman Sari

Di depan Museum kereta Keraton

Di persimpangan jalan Malioboro dan Pasar Kembang

Selama 25 Tahun dia mengayuh becak dan bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai Perguruan Tinggi. Luar biasa!

Si mbok salah satu penjual kain yang kami singgahi di pasar Bringharjo

Suasana pagi di belakang pasar Bringharjo selalu menarik

Pak tua penjual jam bekas di depan toko mas

Kota istimewa yang dipenuhi orang-orang istimewa


Penjual jamu tradisional di jalan Sosrokusuman setiap pagi datang memenuhi panggilan para pelanggan


Pagi hari biasanya warga setempat di Jalan Sosrokusuman, bergumul bersama membaca berita di surat kabar Suara Merdeka.

Gudeg Bu Widodo di Jalan Wijilan, menawarkan kenikmatan makan siang saat itu

Ke mana-mana becak di mana-mana

Pasar burung menjadi salah satu tempat favorit warga untuk menghabiskan waktunya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar