Jumat, 31 Desember 2010

Rabu, 29 Desember 2010

Sepakbola Rasa Indonesia


"Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku..."
Begitulah bunyi kalimat pertama syair lagu Kebangsaan Indonesia yang berkumandang di Gelora Bung Karno Senayan Jakarta, sebelum wasit membunyikan peluit tanda dimulainya pertandingan di AFF Cup.
Jujur saja, inilah pertama kalinya saya merasakan bagaimana lagu Kebangsaan Indonesia, ternyata memiliki sihir yang begitu kuat untuk membakar semangat dan kecintaan semua orang untuk membela tanah yang dipijaknya. Merinding, haru, bangga dan semua rasa, berkolaborasi menjadi satu semangat Nasionalisme yang sangat emosional.
Babak penyisihan group berjalan begitu sempurna bagi Timnas Indonesia. Mereka menyapu bersih 3 poin kemenangan di setiap laganya. Malaysia diganyang 5 - 1, Laos dibungkam hingga 6 - 0, bahkan Thailand yang sebelumnya selalu menghabisi Indonesia, kini harus tertunduk lesu dan tersungkur di babak penyisihan dengan poin tipis 2 - 1. Saya tidak tahu, mungkin ini sebuah titik awal bergeliatnya sepakbola Indonesia yang dihuni 90% pemain baru di bawah racikan Alfred Riedl sang Arsitek kebangsaan Austria, saya harap begitu.
Laju menuju babak semifinal yang begitu mulus dan meraih hasil membanggakan, semakin membuat rakyat Indonesia lebih antusias menyaksikan perjuangan Timnas Indonesia di setiap laganya. Ada semacam gairah baru yang menyulut api semangat dan kebanggaan bagi rakyat Indonesia pada Tim Nasional, mereka begitu antusias, mereka seperti sedang merasakan jatuh cinta kepada negaranya. Bahkan, menurut saya fanatisme terhadap sepakbola di sini, telah bergeser menjadi sebuah ajang menunjukan eksistensi diri.
Bertemu Filipina di babak semifinal menjadi kejutan tersendiri. Karena sebelumnya Filipina tidak pernah sekalipun melaju hingga babak semifinal, mungkin kali ini ambisi untuk menjadi juara ada di kepala mereka, hingga 90% materi pemainnya adalah hasil naturalisasi.
Lagi lagi, saudara-saudara... Timnas Indonesia membuat Filipina harus menunda ambisinya itu. Sebuah pencapaian yang luar biasa dengan semangat juang yang begitu besar ditunjukan oleh anak-anak Indonesia hanya untuk memberi kebahagiaan pada rakyatnya yang sudah haus prestasi dari olahraga ini.
Dukungan untuk Tim Nasional Indonesia terus mengalir deras dari seluruh rakyat Indonesia bahkan pemerintah. Ada HARAPAN besar yang dititipkan di pundak mereka.
Ah, kenapa saya tidak setuju ada istilah HARAPAN dalam sebuah permainan. Pemberitaan Televisi yang sangat berlebihan bak selebritis dan perlakuan para pemerintah atau pejabat di Negeri ini, membuat mereka harus menapaki jalan dengan langkah payah menyeret berjuta beban yang bukan urusan mereka. Kostum yang mereka pakai kini telah digunakan untuk mencuci dosa politik. Cinta yang menjadi bekal mereka untuk menggocek bola, kini sudah tidak ada.
Kekalahan 3 - 0 laga final pertama di Bukit Jalil melawan Malaysia, kini harus dibayar mahal. Ada yang bilang mereka tengah terkapar. Tapi, menurut saya mereka sedang belajar. Belajar bagaimana seharusnya esensi dari sepakbola itu ada di hati mereka. Sepakbola bukan masalah menang atau kalah, sepakbola bukan tentang harga diri bangsa, sepakbola bukan tentang simbol Garuda di dada yang tak penting dipersoalkan. Bermain sepakbola adalah urusan kegembiraan bersama Tim di lapangan yang harus diperjuangakan.