Jumat, 31 Desember 2010

Rabu, 29 Desember 2010

Sepakbola Rasa Indonesia


"Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku..."
Begitulah bunyi kalimat pertama syair lagu Kebangsaan Indonesia yang berkumandang di Gelora Bung Karno Senayan Jakarta, sebelum wasit membunyikan peluit tanda dimulainya pertandingan di AFF Cup.
Jujur saja, inilah pertama kalinya saya merasakan bagaimana lagu Kebangsaan Indonesia, ternyata memiliki sihir yang begitu kuat untuk membakar semangat dan kecintaan semua orang untuk membela tanah yang dipijaknya. Merinding, haru, bangga dan semua rasa, berkolaborasi menjadi satu semangat Nasionalisme yang sangat emosional.
Babak penyisihan group berjalan begitu sempurna bagi Timnas Indonesia. Mereka menyapu bersih 3 poin kemenangan di setiap laganya. Malaysia diganyang 5 - 1, Laos dibungkam hingga 6 - 0, bahkan Thailand yang sebelumnya selalu menghabisi Indonesia, kini harus tertunduk lesu dan tersungkur di babak penyisihan dengan poin tipis 2 - 1. Saya tidak tahu, mungkin ini sebuah titik awal bergeliatnya sepakbola Indonesia yang dihuni 90% pemain baru di bawah racikan Alfred Riedl sang Arsitek kebangsaan Austria, saya harap begitu.
Laju menuju babak semifinal yang begitu mulus dan meraih hasil membanggakan, semakin membuat rakyat Indonesia lebih antusias menyaksikan perjuangan Timnas Indonesia di setiap laganya. Ada semacam gairah baru yang menyulut api semangat dan kebanggaan bagi rakyat Indonesia pada Tim Nasional, mereka begitu antusias, mereka seperti sedang merasakan jatuh cinta kepada negaranya. Bahkan, menurut saya fanatisme terhadap sepakbola di sini, telah bergeser menjadi sebuah ajang menunjukan eksistensi diri.
Bertemu Filipina di babak semifinal menjadi kejutan tersendiri. Karena sebelumnya Filipina tidak pernah sekalipun melaju hingga babak semifinal, mungkin kali ini ambisi untuk menjadi juara ada di kepala mereka, hingga 90% materi pemainnya adalah hasil naturalisasi.
Lagi lagi, saudara-saudara... Timnas Indonesia membuat Filipina harus menunda ambisinya itu. Sebuah pencapaian yang luar biasa dengan semangat juang yang begitu besar ditunjukan oleh anak-anak Indonesia hanya untuk memberi kebahagiaan pada rakyatnya yang sudah haus prestasi dari olahraga ini.
Dukungan untuk Tim Nasional Indonesia terus mengalir deras dari seluruh rakyat Indonesia bahkan pemerintah. Ada HARAPAN besar yang dititipkan di pundak mereka.
Ah, kenapa saya tidak setuju ada istilah HARAPAN dalam sebuah permainan. Pemberitaan Televisi yang sangat berlebihan bak selebritis dan perlakuan para pemerintah atau pejabat di Negeri ini, membuat mereka harus menapaki jalan dengan langkah payah menyeret berjuta beban yang bukan urusan mereka. Kostum yang mereka pakai kini telah digunakan untuk mencuci dosa politik. Cinta yang menjadi bekal mereka untuk menggocek bola, kini sudah tidak ada.
Kekalahan 3 - 0 laga final pertama di Bukit Jalil melawan Malaysia, kini harus dibayar mahal. Ada yang bilang mereka tengah terkapar. Tapi, menurut saya mereka sedang belajar. Belajar bagaimana seharusnya esensi dari sepakbola itu ada di hati mereka. Sepakbola bukan masalah menang atau kalah, sepakbola bukan tentang harga diri bangsa, sepakbola bukan tentang simbol Garuda di dada yang tak penting dipersoalkan. Bermain sepakbola adalah urusan kegembiraan bersama Tim di lapangan yang harus diperjuangakan.

Jumat, 19 November 2010

Adworkers

Ki-Ka: Dinda, Ardina, Fauzi, Saya dan Rico di Kuningan Village

Dia

Dia duduk menyandarkan diri di sebuah kursi yang sudah usang untuk menahan lelahnya. Kerutan di dahi menandakan hidupnya sudahlah termakan usia. Di berbagai sisi, rambutnya makin hari terlihat semakin memutih tanpa kompromi. Sesekali dia tersenyum melihat tingkah laku cucunya yang konyol. "Ya Allah, sesungguhnya aku ikhlas menjalani semuanya. Berilah aku kekuatan untuk memberi kebahagiaan dan segala kebaikan buat anak, suami dan cucu-ku", lirihnya. Di dalam hati, aku pun melirih, "Ya Allah, berikanlah segala kekuatan itu kepada Ibu-ku yang hari ini telah Kau kurangi umurnya".

"Selamat Ulang Tahun, Mah. Terimakasih untuk cintanya"

Rabu, 13 Oktober 2010

Mahluk yang setia tapi saya sudah tidak cinta

Brief
Strategy
Reason to believe
Mandatory
Brainstorm
Call to action
Idea
Concept
Passion
Twist
Playful
Crafting


BERAAAKKKKKKKKKK.....!!

Minggu, 03 Oktober 2010

Kamis, 23 September 2010

Slice Of Life







Saya tidak tahu mau bicara apa?!

Terimakasih teman-teman untuk kerjasamanya
Mohon maaf teman-teman untuk yang tidak berkenannya

Ah, air mata saya jatuh lagi. Begitu cengengnya saya.

Gama Mei 2008 - September 2010

Selasa, 21 September 2010

Setelah lebaran, liburan, akhirnya kerja lagi nguras pikiran!

Akhirnya...
Ini hari pertama kerja setelah libur Lebaran.
Tidak ada resolusi. Ternyata saya masih bermasalah dengan bangun pagi, fiuuhhh...
Ah, syndrom liburan masih terasa sekali. Malas rasanya mengangkat tubuh yang masih terkulai ini. Hmm... Tidak seperti biasanya, jalanan masih terasa agak lenggang di hari senin ini. Padahal sebagian orang sudah bekerja di hari-hari sebelumnya. Di Tugu Pancoran yang biasanya sudah tidak karuan oleh laju kendaraan, hari ini benar-benar lancar jaya. 30 menit sudah, akhirnya saya tiba di kantor. Tidak sabar rasanya masuk ke dalam kantor dan mencium wanginya yang khas. Ah, ini dia yang selalu membuat saya kangen, iMac yang sudah menemani saya kerja di sini selama 3 Tahun. Buru-buru saya nyalakan perangkat ajaib ini. Lalu kemudian cek e-mail, owhhh.. ternyata sudah terdapat lebih dari seratus email di inbox. Maklum, libur lumayan lama. Jadinya saya tidak bersentuhan dengan dunia maya. Yahoo Messenger pun saya aktifkan sambil baca-baca berita di detik.com. Tapi tiba-tiba aja "buzz", ada yang menyapa di YM saya. Ah, ternyata salah seorang AE di kantor. Saya pikir dia mau bilang Minal Aidzin-an, ternyata dia hanya mengucapkan sebuah kalimat kotor, "Ndri, ada brief dari client, terus minta kelar hari ini ya?! nanti gue ke atas. THX". Setan! dari neraka mana dia muncul?!

Minggu, 19 September 2010

Hardis Family Lebaran 1431 H



Hmmm... Saya tidak mengerti, kenapa esensi Lebaran yang cuma datang setaun sekali harus bermaaf-maafan, ya?! Bukankah setiap hari kita harusnya bisa memaafkan orang-orang di sekeliling kita dengan ikhlas?!
Ah, sudahlah. Tidak penting juga pertanyaan itu untuk dijawab. Yang penting Lebaran ini saya masih bisa berkumpul bersama orang-orang yang saya cintai, makan lagi sesuka hati, tertawa-tawa bahagia sambil menikmati segala bentuk kegiatan bermalas-malasan lainnya.
Semoga Tuhan selalu memberi kita kesehatan dan mempertemukan kita lagi untuk saling memaafkan kembali di Lebaran Tahun depan :)

Selasa, 10 Agustus 2010

Rumahku Istanaku

Sehari sebelum melaksanakan ibadah puasa, tiba-tiba saja saya ingin mencurahkan alam sadar saya.

Terkadang, sebenarnya bukan terkadang, tapi selalu, saya selalu heran ketika suatu rencana yang dibuat manusia bisa hancur begitu saja oleh makhluk bernama ‘takdir’. Saya pernah mendengar sebuah pernyataan dari seorang dosen teman saya, berbunyi ‘semua yang terjadi pada kita 80% adalah akibat perbuatan kita, 18% kondisi, dan 2% sisanya adalah takdir’. Jika dikaji lebih dalam, persentase tadi sebenarnya seimbang karena masing-masing pengaruh materi sesuai dengan kekuatannya. Biasanya kita baru memperhatikan komposisi ini ketika keadaan gak sesuai dengan yang kita inginkan. Dan ‘takdir’, sebagai persentase terkecil selalu menjadi kambing hitam paling empuk, jika kita udah gak bisa lagi menyalahkan kondisi dan perbuatan kita sebagai persentase yang lebih besar.

“Nila setitik, rusak susu sebelanga,” peribahasa yang bisa saya ambil untuk masalah ini. Keburukan selalu lebih kuat dari kebaikan. Namun kebaikan selalu jadi pemenangnya, bukan?

Takdir, dengan persentase yang begitu rendah, bisa menjadi faktor kuat pengubah kejadian. Kita pasti menyadari itu ketika keadaan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Bagaimana mungkin hanya dengan sedikit sentuhan takdir, rencana yang hampir sempurna sekali pun bisa porak-poranda? Itulah kenapa saya bilang takdir itu kuat. Dengan pengaruhnya yang begitu besar, lalu, apakah kita bisa bilang takdir jahat? Jika tidak, mengapa pengaruhnya begitu besar seperti nila pada susu? Jika ya, bukankah seharusnya kebaikan yang jadi pemenangnya? Istilah ‘takdir’ diciptakan hanya agar manusia bisa menerima apa yang gak bisa dikehendakinya. Tepatnya, agar manusia punya sesuatu untuk disalahkan pada akhirnya jika kehendaknya tidak terlaksana.

Takdir, juga yang mempertemukan kita, menghubungkan getaran-getaran yang pada awalnya tidak bisa dideskripsikan, getaran yang seolah berkata ‘aku butuh kamu’. Hingga kita merumuskan rasa itu menjadi sebuah kebutuhan. Rasa butuh yang biasa orang sebut ‘sayang’. Pernah kita mengklaim diri kita tidak akan berarti tanpa orang yang memenuhi kebutuhan kita. Namun pada akhirnya, kita membutuhkan orang yang paling membutuhkan kita.

Sepasang kekasih tidak mungkin lagi bisa bersama jika di antara mereka udah tidak lagi saling membutuhkan. Memang terkesan “memanfaatkan”, tapi itu memang sifat dasar manusia, ingin kebutuhannya dipenuhi, yang ujung-ujungnya agar merasa bahagia.

Seseorang yang membutuhkan kita bukanlah orang yang memanfaatkan kita, karena memanfaatkan berarti mengambil keuntungan dari seseorang yang sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan. Ketika menemui seseorang yang membutuhkan kita, secara langsung atau tidak langsung, kita akan membutuhkan mereka juga. Karena tidak ada artinya kelebihan kalau tidak ada tempat untuk menuangkannya.

Menemukan seseorang yang kita butuhkan itu seperti menemukan rumah yang selama ini kita cari saat kita tersesat. Karena rumah adalah tempat yang paling kita butuhkan. Kita selalu merasa aman, nyaman, tenang ketika berada di rumah. ‘Rumahku istanaku’ terbukti bukan ungkapan omong kosong.

Pada akhirnya, kita membutuhkan orang yang ketika kita menatapnya, kita merasa seperti di rumah.

Everytime I look at you, I’m home :)

Dan itu bukan karena perbuatan saya, kondisi, ataupun takdir, melainkan ketiganya.

Sabtu, 31 Juli 2010

Terimakasih, July!

Tidak lagi di sini...
July telah membawa jauh pergi menantang nyali...
Tapi tempat itu masih jadi misteri...
Ke mana dia bersembunyi?

Terimakasih, July...

Kamis, 29 Juli 2010

We Are Tebet Lalieur Family



















Sepertinya ini adalah entry paling spesial di Blog saya. Lihat saja foto-foto yang saya pajang, paling banyak di antara entry-entry yang lainnya. Kenapa begitu, ya?! Hmmm... Sudah saatnya saya bercerita tentang keluarga ini.
Beginilah cerita singkatnya;

Tebet Barat Dalam 1G No.3. Di rumah inilah kami hidup bersama layaknya sebuah keluarga dengan segala kerumitan, kebingungan, kerusuhan tapi selalu penuh dengan kesenangan dan kebersamaan. Bagaimana tidak senang, bayangkan saja, hampir setiap hari hidup kami bebas dari aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku di setiap keluarga pada umumnya. Tidak ada peran orang tua, yang ada hanya manusia-manusia menuju umur yang tua dengan perilaku yang tampak selalu ingin muda. Begitulah kami, yang menyebutnya Tebet Lalieur Crew (TLC).
Rumah pengamat ekonomi politik Ikhsanudin Noersy yang telah kami tempati kurang lebih sekitar 5 tahun ini, memang telah dihuni dari generasi ke generasi yang kebanyakan adalah para pemuda asal Bandung yang mengejar rejeki di Ibukota. Mereka semua datang dan susah senang bersama lalu kemudian pergi untuk menjalankan misi hidup lainnya, yaitu menikah dan tinggal bersama dengan para gadis pujaannya. Seperti itulah budayanya.
Hmm.. Apalagi ya yang harus saya tulis?! Terlalu banyak cerita bersama mereka di rumah ini. Bagi saya, memiliki kesempatan hidup bersama dengan orang-orang ini selama bertahun-tahun sungguh menyenangkan, tapi di lain waktu kadang sangat mengesalkan, mungkin begitupun mereka menilai saya. Perilaku ataupun watak mereka, kurang lebih saya mengenalnya. Dan tanpa mengurangi rasa kekeluargaan, ini dan beginilah keluarga Tebet Lalieur Crew;

# Rifky
Nah, ini dia orang yang paling bertanggungjawab atas semua peledakan bom di Indonesia, hehe.. (becanda, ki). Maksudnya, dialah orang yang paling bertanggungjawab atas rumah yang kita tinggali sekarang.
Pria Arab asal Bali yang senang mengkoleksi action figure ini bisa dibilang sedikit pemalas untuk membersihkan rumah, dia lebih senang memperhatikan kita semua ketika
sedang kerja merapihkan rumah. Hmm... mungkin saya pikir tanggung jawab dia sudah cukup besar di sini. Bayangkan saja, selain mempunyai peran sentral atas keaadaan rumah, diapun harus mengurus biaya listrik, air, keamanan dan sampah setiap bulannya. Coba, gimana jadinya kalau tidak ada peran seorang habib Rifky?!
Sekarang, pemuda yang bekerja jadi Account Executive di Roundtable Advertising dan kadang suka nyambi jadi DJ ini, akan segera melepaskan masa lajangnya. Akhirnya, dia menemukan pasangan hidupnya setelah selama ini kita semua mengira jika dia adalah seorang penyuka sesama jenis
alias homo, ahahaha.... (becanda lagi, ki). Goodluck, habib! Doa kami menyertaimu :)

# Dido
Mamang Dido, seperti itulah sapaan akrab kami buat dia. Mungkin karena umurnya yang lebih tua di antara kami dan sudah mempunyai 1 anak, hingga akhirnya kami memberi gelar mamang di depan namanya :)
Dido adalah salah satu skinhead sejati dengan sekelumit ideologi. Sudah sejak masih jaman kuliah di Fikom Unpad, saya sudah mengenalnya. Parasnya yang sedikit mirip Hedi Yunus dan Adjie Masaid ini memang begitu akrab dengan dunia musik indie di Bandung. Sudah hampir 5 tahun lalu, saya dan dido sudah tinggal bersama di Jakarta sampai sekarang. Jadi, kalau boleh sok tahu, saya lumayan mengenal seperti apa kepribadian pencinta Morrissey dan vokalis band OI Real Enemy, ini. Terlebih, saya teman satu kamarnya sejak dulu.
Rusuh, kekerasan, sudah mengalir dalam darahnya.
Sepertinya, tidak ada satu orangpun yang bisa menghentikan jiwanya itu selain daripada istri dan anaknya di Bandung yang sudah bertahun-tahun dia korbankan untuk tidak bersama dalam kesehariannya karena harus bekerja di Jakarta dan hanya bisa bertemu ketika akhir pekan tiba.
Sebotol "armada" atau anggur merah bersoda (begitu kami m
enyebutnya) dan DVD menurut saya sudah menjadi bagian dari hidupnya. Bayangkan saja, dalam semalam, "armada" itu bisa dia tegak sendirian sampai tak ada ampun lagi sambil asik menonton DVD dengan volume TV yang kencang. "Haduh, dido, dido...". Sebenernya saya membenci situasi seperti itu, tapi itulah seorang Dido yang saya kenal dengan sekelumit permasalahan hidupnya yang tidak pernah dia bagi. Aylopyu cyiiinnnn...

# Upie

Senin, 12 Juli 2010

Vaarwel world cup Suid-Afrika

Selesai sudah, sebuah perhalatan terakbar di dunia itu. Kurang lebih sebanyak 65 pertandingan telah terselenggara dengan baik di Afrika Selatan. Kini, tidak ada lagi secangkir teh atau kopi panas dan sebungkus rokok beserta segala pernak-pernik penghibur rasa lapar menemani saya begadang higga dini hari. Game is over and then back to normal life.
Sebenarnya, euforia pesta sepakbola terbesar di dunia ini masih sangat kental terasa di ubun-ubun kepala hingga sekarang. Saya masih senang membicarakan setiap pertandingannya bersama teman-teman, saya sangat menikmati suasananya walaupun tidak secara langsung berada di sana. [Semoga suatu saat saya akan berkesempatan menyaksikannya secara langsung :)]
Lebih dari 150 gol tercipta di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Beberapa tim unggulan akhirnya harus menerima kenyataan bahwa sepakbola selalu penuh dengan kejutan. Bahkan, sang tuan rumah harus terlebih dahulu duduk santai menjadi penonton setia pertandingan setelahnya.
Yah, begitulah sepakbola. Esensinya sepakbola itu bukan masalah ketenaran atau kehebatan seorang pemainnya, filosofi permainannya yang fragmatis atau menganut paham keindahan, tapi melainkan sepakbola itu berbicara masalah keseimbangan, keseimbangan lini pertahanan, tengah dan penyerangan. Itulah yang telah Spanyol lakukan di Afrika Selatan hingga akhirnya menjadi pemegang trophy Piala Dunia 2010.
Tidak mudah memang menerjemahkan konsep keseimbangan itu di lapangan hijau, karena setiap pemain memiliki mental bertanding yang berbeda. Sepakbola adalah drama, terdiri dari banyak potongan kisah dan fragmen yang diperankan para aktornya di dalam maupun di luar lapangan rumput: konflik, kepentingan, egoisme, kepahlawanan, jiwa besar, optimisme, suka-duka, rasa bersalah, dan fanatisme.
Afrika Selatan melahirkan banyak kisah haru-biru terkait soal gol sebagai tujuan sepakbola ini: selain tim-tim unggulan yang tersingkir dini, bintang-bintang baru yang sebelumnya tak diperhitungkan bermunculan, para calon top skorer yang ternyata tak mencetak satu gol pun, juga Jabulani si kulit bundar produk Adidas dan yang tak kalah menarik, hadirnya selebritis baru yang cukup menggemparkan: Paul si Gurita dari akuarium Sea Life di Oberhausen, Jerman! selain dari banyaknya keputusan-keputusan sang hakim pertandingan yang begitu kontroversial. Ah, saya pikir kontroversi merupakan bagian dari sepakbola. Tidak ada kesempurnaan dalam sepakbola, jika sepakbola bisa dikontrol oleh teknologi dan sains, maka tidak akan pernah ada kesalahan yang bisa dipelajari.
Seperti yang pernah Jean Paul Sartre ucapkan "In football everything is complicated by the presence of the opposite team".



Senin, 05 Juli 2010

Yesterday


I Wish you are the right partner to share in my life

I am thankful that i have you :)

Jumat, 02 Juli 2010

TESTIMONY Available Now


TESTIMONY

Kami pemuda Indonesia mengaku
ingin berbuat sesuatu, tapi kira-kira apa ya yang bisa laku?!

Kami pemuda Indonesia mengaku
ingin berbicara dan tampil beda, tapi bukan untuk ajang propaganda!

Kami pemuda Indonesia mengaku
ingin idealis, tapi dibungkus rasa nasionalis!


Kaos tersedia dalam ukuran: S, M, L, XL
Untuk pemesanan:
E-mail ke; sepenggaltestimonial@gmail.com
Dengan mencantumkan nama, alamat, kode baju dan no telpon.

Biaya bisa ditransfer ke MANDIRI dengan no Rekening: 1020005449480
Barang akan dikirim paling lambat 3 hari setelah pembayaran melalui JNE/ Tiki.

Untuk konfirmasi pembayaran, silahkan hubungi:
Damas: 021-68234485
Andry: 081322152678
Ikhsan: 0811105666


Salam,

Testimony

Rabu, 30 Juni 2010

Juni & Juli

Masih di sini, hari ini terakhir Juni menemani...
Besok, ke mana Juli mengajak pergi?

Bismillah...

Kapan, Tuhan??

Inggris gak lolos, para pemain menangis dan berdoa kepada Tuhan...
"Kapan Inggris bisa juara?"
Tuhan menjawab, "bisa, kalian coba 4 tahun lagi!"

Seorang Korea bertanya kepada Tuhan, "kapan Korea akan memenangi piala dunia?"
kata Tuhan, "70 tahun lagi!" dan kemudian orang tersebut menangis.

Kemudian seorang pemuda Indonesia bertanya juga, "kapankah Indonesia juara piala dunia?"
Tuhan pun menangis..

Minggu, 27 Juni 2010

Kenapa TESTIMONY?

Provokator: Damas dan Andry

Setelah melewati masa-masa inkubasi yang cukup lama, akhirnya ide ini terlahir juga.
Accident, mungkin bisa dibilang seperti itu. Bahwa awalnya kami hanya sekedar berwacana ingin berbuat sesuatu dan wacana itu terus menggerogoti pikiran kami sampai akhirnya jadilah "janin" yang tidak diduga-duga itu.
Segala teori pelik tentang strategi marketing komunikasi menjadi bagian dari pola berpikir kami. Positioning, Differentiation dan sekelumit istilah yang memuakan itu benar-benar telah membantu kami.
TESTIMONY, begitulah namanya. Karena niatnya kami ingin mengungkapkan segala sesuatu yang kami lihat secara jujur berdasarkan sudut pandang kami tanpa ada maksud untuk mem-propaganda melalui medium kaos yang bisa mendatangkan keuntungan juga :).
Akhir kata, sambil mengucap kata "Bismillahhirohmanirohim", saya minta do'a restu kawan-kawan semua agar bisnis yang sok-sok idealis ini bisa mencapai garis finish :)

Kamis, 10 Juni 2010

Marhaban ya Piala Dunia Afrika Selatan 2010



Setelah berlama-lama duduk santai sambil ngerokok-ngerokok, ngopi-ngopi, tidur-tiduran, melantunkan musik, membaca buku, nonton film dan semua kegiatan bermalas-malasan lainnya, akhirnya hari ini saya kembali menulis di sini.
Sebetulnya saya sendiri bingung harus menulis apa?! Yang ada dipikiran saya sekarang ini hanya ada maraknya pemberitaan video bokep Ariel Peterpan vs Luna Maya & Cut Tari serta gaung kemeriahan sebuah ajang atau pesta sepakbola 4 tahunan terakbar di dunia yang selalu dinanti-nanti oleh para penggila bola di seluruh dunia. Di mana tahun 2010 ini, Benua Hitam Afrika akan menjamu para tamunya dari segala penjuru di belahan bumi.
Sepertinya lebih berarti jika saya menulis tentang sepakbola, daripada sekedar bicara tentang video mesum para selebritis yang menyibukan para aparat kepolisian, praktisi hukum, media sampai pemerintah.
Ah, sekarang mari kita berbicara sepakbola saja lah! Tapi entah dari perspektif mana saya harus berbicara tentang permainan ini. Sejak dulu sepakbola telah membuat saya tidak hanya mencintainya tapi telah membuat saya gila. Lebih dari separuh masa kecil saya dihabiskan untuk bermain sepakbola. Tidak peduli itu hujan, tidak peduli itu lapang atau jalan, kaki saya selalu ingin berlari mengejar dan menikmati setiap pergerakan si kulit bundar layaknya seorang pecandu. Namun sekarang ini bagi saya sepakbola lebih dari sekedar olahraga. Seiring perkembangan jaman, di balik permainannya, globalisasi telah membawa sepakbola ke pelosok dunia yang paling jauh. Saya pernah membaca sebuah buku kajian tentang sepakbola yang mengajak kita untuk melihat bahwa sepakbola bisa menjadi alat untuk memahami dunia kontemporer yang dilanda segala dampak arus globalisasi. Bagaimana bisa sepakbola telah membuat sebuah tragedi pembataian Muslim di Bosnia? Lebih dari itu, sepakbola terus membangkitkan sentimen-sentimen rasial dan konflik keagamaan ataupun isu nasionalisme. Ya, sepakbola telah membuat manusia larut dalam penghayatan yang lebih dalam ketimbang agamanya sendiri.
Mulai hari ini kita akan kembali melihat, bagaimana sepakbola memerankan sosoknya yang Protagonist sehingga begitu dicintai para penggilanya di seluruh dunia. Para penjudi bersiap untuk untung dan rugi, Hooligan bersiap-siap memprovokasi, pegawai Pemda sibuk menyiapkan alasan tidak bekerja, para PSK untuk sementara tidak menerima sentuhan para pria, dan seluruh umat manusia yang ada di bumi ini dengan penuh suka cita menyambut bulan suci sepakbola. "Marhaban Ya Piala Dunia Afrika Selatan".

Senin, 31 Mei 2010

Memikirkan liburan dan meliburkan pikiran!


















Tuhan, tolong saya..
Tangan saya tidak dapat menulis..
Pikiran saya tidak dapat melukis..
Terlalu indah semesta yang Kau ciptakan

Gunung Gede Pangrango 28-30 Mei 2010 (Irma, Ibe, Bondan, Saya dan Widhi)